Jumat, 08 Maret 2013

Penyesuaian Diri & Pertumbuhan Personal


Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery). Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut.
Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak membawa akibat lain. Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa di sana individu seakan-akan mendapattekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baiksecara moral, sosial, maupun emosional. Sudut pandang berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri dimaknai sebagai usaha penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan, dan frustrasi tidak terjadi.
Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat  ( lifelong process ), dan manusia terus-menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat. Respon penyesuaian, baik atau buruk secara sederhana dapat dipandang sebagai suatu upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara kondisi – kondisi keseimbangan yang lebih wajar. Penyesuaian adalah sebagai suatu proses ke-arah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan, dan frustasi, dan individu didorong meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan diri dari ketegangan. Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabila dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.

Menurut Lazarus (1991) ketika seseorang berpikir tentang cara apa yang akan digunakannya, kondisi-kondisi apa yang dapat mempengaruhi kegitan penyesuaian diri dan konsekuensi apa yang akan timbul dari cara penyesuaian diri yang dipilihnya, maka penyesuaian diri disini adalah proses. Penyesuaian diri adalah suatu proses yang kelanjutan selama hidup manusia (Harber & Runyon 1984), kehidupan manusia selalu merubah tujuannya seiring dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan. Kesimpulan dari proses penyesuaian diri menurut dua tokoh diatas adalah proses yang dilakukan manusia yang dipengaruhi oleh dorongan internal dan eksternal yang dapat berubah-ubah sesuai dengan tujuan hidup yang terjadi pada lingkungannya.

Kartono (2000:270) mengungkapkan aspek-aspek penyesuaian diri yang meliputi:
  • ·         Memiliki perasaan afeksi yang adekuat, harmonis dan seimbang, sehingga merasa aman, baik budi pekertinya dan mampu bersikap hati-hati.
  • ·         Memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasi baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, mempunyai sikap tanggung jawab, berfikir dengan menggunakan rasio, mempunyai kemampuanuntuk memahami dan mengontrol diri sendiri.
  • ·         Mempunyai relasi sosial yang memuaskan ditandai dengan kemampuan untuk bersosialisasi dengan baik dan ikut berpartisipasi dalam kelompok.)
  • ·         Mempunyai struktur sistem syaraf yang sehat dan memiliki kekenyalan (daya lenting) psikis untuk mengadakan adaptasi.


Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek penyesuaian diri adalah sebagai berikut :

Penyesuaian pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut.

Penyesuaian pribadi merupakan kemampuan individu untuk menerima dirinya, sehingga ia mampu mengatasi konflik dan tekanan dan menjadi pribadi yang matang, bertanggung jawab dan mampu mengontrol diri sendiri. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut.
Adapun indikator-indikator secara rinci dari penyesuaian pribadi adalah sebagai berikut :
  • ·         Penerimaan individu terhadap diri sendiri
  • ·         Mampu menerima kenyataan
  • ·         Mampu mengontrol diri sendiri
  • ·         Mampu mengarahkan diri sendiri

Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa,  atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.

 Penyesuaian sosial
Penyesuaian sosial merupakan kemampuan individu untuk mematuhi norma dan peraturan sosial yang ada, sehingga ia mampu menjalin relasi sosial dengan baik dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam penelitian ini penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat remaja hidup dan berinteraksi yaitu panti asuhan, baik dengan pengasuh maupun teman-teman sesama penghuni panti asuhan. Sedangkan indikator-indikator untuk penyesuaian social adalah :
·         Memiliki hubungan interpersonal yang baik
·         Memiliki simpati pada orang lain
·         Mampu menghargai orang lain
·         Ikut berpartisipasi dalam kelompok
·         Mampu bersosialisasi dengan baik sesuai norma yang ada
Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling  mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari.  Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara  komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu.
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok.  Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.


Pertumbuhan Personal

Manusia merupakan mahluk individu .Manusia itu disebut individu apabila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum. Ini berarti bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan – peranan yang khas didalam lingkungan sosialnya , melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya . Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk , akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian , dan hal itu membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor yang mempengaruhinya terutama lingkungan keluarga.Hal ini disebabkan karna keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih banyak meluangkan waktu dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga tetapi dalam lingkungan masyarakat pun terdapat norma-norma yang harus dipatuhi dan hal itu juga yang mempengaruhi pertumbuhan individu.
Dengan adanya naluri yang dimiliki suatu individu , dimana ketika dapat melihat lingkungan disekitarnya maka secara tidak langsung individu akan menilai hal-hal disekitarnya apa hal itu benar atau tidak,dan ketika suatu individu berada didalam masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut dijalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian , misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang disiplin yang menerapkan aturan-aturan yang tegas maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga , semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang religius makan individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang religius. Terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karna pengaruh baik dari pengalaman atau empire luar melalui panca indra yang menimbulkan pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflexions.
Faktor yang mempengaruh pertumbuhan individu :
1.      Faktor Biologis
Semua manusia normal dan sehat pasti memiliki anggota tubuh yang utuh seperti tangan , kaki , kepala dan lain-lain. Hal ini dapat menjelaskan bahwa beberapa persamaan dalam kepribadian dan prilaku . Namun ada warisan biologis yang bersifat khusus , artinya setiap individu tidak semua ada yang memiliki karakteristik fisik yang sama.
2.      Faktor Geografis
Setiap lingkungan fisik yang baik akan membawa kebaikan pula pada penghuninya sehingga meyebabkan hubungan antar individu bisa berjalan dengan baik dan menimbulkan kepribadian setiap individu yang baik juga , namun jika lingkungan fisikinya kurang baik dan tidak ada hubungan baik dengan individu lain maka akan tercipta suatu keadaan yang tidak baik pula.
3.      Faktor Kebudayaan Khusus
Perbedaan kebudayaan dapat dipengaruhi kepribadian anggotanya , namu tidak berarti semua individu yang ada didalam masyarakat  yang memiliki kebudayaan yang sama juga memiliki kepribadian yang sama juga


SUMBER :



Teori kepribadian Aliran Psikoanalisa , Behaviouristik & Humanistik


Teori Kepribadian Sehat Aliran Psikoanalisa

Psikoanalisis ditemukan di Vienna, Austria, oleh psikiatris Sigmund Freud (1856-1938). Freud mengembangkan teori perilaku dan pikiran mengatakan bahwa kebanyakan apa yang kita lakukan dan pikirkan hasil dari keinginan atau dorongan mencari pemunculan dalam perilaku dan pikiran. Titik penting dari keinginan dan dorongan ini adalah bahwa mereka bersembunyi dari kesadaran individual, dengan kata lain, mereka tidak disadari. Ini adalah ekspresi dorongan tidak sadara yang muncul dalam perilaku dan pikiran. Istilah “motivasi yang tidak disadari” / (unsconcious motivation) menguraikan ide kunci dari psikoanalisa. Teknik-teknik psikoanalisis dan penerapan psikologi freud yang sangat luas dalam ilmu pengetahuan social, kesenian dan humaniora.
Menurut teori kepribadian psikoanalisis freud berteori bahwa kepribadian tersusun dari 3 sistem pokok yakni id, ego dan superego. Id merupakan system kepribadian yang asli. Id merupakan segala sesuatu yang diwariskan dari lahir, termasuk insting-insting. Ego merupakan kebutuhan-kebutuhan yang timbul karenma organism memerlukan transaksi yang sesuai dengan kenyataan, sedangkan superego merupakan perwujudan internal dari nilai-nilai dan cita-cita tradisional masyarakat sebagaimana diterangkan kepada orangtua kepada anak, dan dilaksanakan dengan cara memberinya hadiah atau hukuman. Tetapi dengan adanya superego tersebut isu bisa menyebabkan gangguan kesehatan mental. Kenapa begitu karena apabila superego jauh lebih dominan keinginan orangtua dari pada keinginan anak, maka anak tersebut dapat menjadi agresif karena sifat yang telah ditanamkan oleh orang tuanya tersebut. Freud (1930) berteori bahwa manusia lahir dengan memiliki insting (instinct) untuk hidup yang disebut Eros, dan juga insting untuk mati yang disebut Thanatos. Thanatos ini yang mendorong tindakan-tindakan agresi. Freud meyakini bahwa energy agresif harus disalurkan. Pernyataannya Freud mengenai hal ini disebut sebagai ‚teori hidrolik (hydraulic theory) yang analog dengan keadaan air yang tertekan dan meluap ke atas di dalam suatu tempat: Bila tidak ada pelepasan energy maka akan terjadi suatu ledakan (eksplosi).
Menurut Freud, masyarakat memiliki fungsi untuk meregulasi insting mati dan membantu orang-orang menyublimasikan-nya, sehingga energi agresif berubah menjadi perilaku yang dapat diterima atau bermanfaat. Misalnya, Freud yakin bahwa di balik kreasi artistik atau inovatif adalah sublimasi (perubahan wujud) dari energi agresif (atau seksual).

Teori Kepribadian Sehat Aliran Behaviouristik

Di prakarsai oleh John B Watson (1879-19580 yang lama di universitas  John Hopkins.) Watson menolak bahwa pikiran sebagai subjek psikologi dan bersikeras bahwa psokilogi dibatasi pada studi tentang perilaku dari kegiatan-kegiatan manusia dan binatang yang dapat di observasi.
Aliran perilaku mempunyai 3 ciri penting :
·         Menekankan pada respon-respon yang dikondisikan sebagai elemen-elemen atau bangunan perilaku
·         Menekankan pada perilaku yang dipelajari daripada perilaku yang tidak dipelajari. Behaviorisme kecenderungan menolak perilaku bawaan
·         Difokuskan pada perilaku binatang. Tidak ada perbedaan esensial antara perilaku manusia dan perilaku binatang dan bahwa kita dapat belajar banyak tentang perilaku kita sendiri dari studi tentang apa yang dilakukan binatang.
Kepribadian yang sehat adalah kepribadian yang dapat mempelajari sifat dan perilaku dari mana saja baik dari sesama manusia maupun binatang sendiri, tapi kita juga dapat memilih yang mana yang baik dan yang mana yang tidak.

Teori Kepribadian Sehat Aliran Humanistik

Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme.
Beberapa psikolog pada waktu yang sama tidak menyukai uraian aliran psikodinamika dan behaviouristik tentang kepribadian. Mereka merasa bahwa teori-teori ini mengabaikan kualitas yang menjadikan manusia itu berbeda dari binatang, seperti misalnya mengupayakan dengan keras untuk menguasai diri dan merealisasi diri. Di tahun 1950-an, beberapa psikolog aliran ini mendirikan sekolah psikologi yang disebut dengan humanisme.
Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka.

Sumber :




Kamis, 07 Maret 2013

Konsep , Perkembangan & Pendekatan Kesehatan Mental



KONSEP MENTAL

Istilah Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan makna dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau Jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial). Kesehatan mental seseorang sangat erat kaitannya dengan tuntutan-tuntutan masyarakat tempat ia hidup, masalah-masalah hidup yang dialami, peran sosial dan pencapaian-pencapaian sosialnya.

Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental memiliki pengertian kemampuan seseorang untuk dapat menyesuaikan diri sesuai tuntutan kenyataan di sekitarnya. Tuntutan kenyataan yang dimaksud di sini lebih banyak merujuk pada tuntutan yang berasal dari masyarakat yang secara konkret mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di sekitarnya. M. Jahoda, seorang pelopor gerakan kesehatan mental, memberi definisi kesehatan mental yang rinci. Dalam definisinya, “kesehatan mental adalah kondisi seseorang yang berkaitan dengan penyesuaian diri yang aktif dalam menghadapi dan mengatasi masalah dengan mempertahankan stabilitas diri, juga ketika berhadapan dengan kondisi baru, serta memiliki penilaian nyata baik tentang kehidupan maupun keadaan diri sendiri.” Definisi dari Jahoda mengandung istilah-istilah yang pengertiannya perlu dipahami secara jelas yaitu penyesuaian diri yang aktif, stabilitas diri, penilaian nyata tentang kehidupan dan keadaan diri sendiri.
          Penyesuaiaan diri berhubungan dengan cara-cara yang dipilih individu untuk mengolah rangsangan, ajakan dan dorongan yang datang dari dalam maupun luar  diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh pribadi yang sehat mental adalah penyesuaian diri yang aktif dalam pengertian bahwa individu berperan aktif dalam pemilihan cara-cara pengolahan rangsang itu. Individu tidak seperti binatang atau tumbuhan hanya reaktif terhadap lingkungan. Dengan kata lain individu memiliki otonomi dalam menanggapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Kesehatan mental tertentang dari yang baik sampai dengan yang buruk, dan setiap orang akan mengalaminya. tidak sedikit orang, pada waktu-waktu tertentu mengalami masalah-masalah kesehatan mental selama rentang kehidupannya. Fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan hidup, harus dapat saling membantu dan bekerjasama satu sama lain sehingga dapat dikatakan adanya keharmonisan yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).
Karakteristik mental yang sehat :
  • ·         Dapat menyesuaikan diri
  • ·         Terhindar dari gangguan jiwa
  • ·         Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin
  • ·         Tercapai kebahagiaan pribadi dan orang lain
Karakteristik mental tidak sehat :
  • ·         Perasaan tidak nyaman
  • ·         Perasaan tidak aman
  • ·         Kurang memiliki rasa percaya diri
  • ·         Kurang memahami diri
  • ·         Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial
  • ·         Ketidakmatangan emosi
  • ·         Kepribadiannya terganggu


RUANG LINGKUP MENTAL HYGIENE

1.      Mental Hygiene dalam Keluarga
Penerapan mental hygiene di lingkungan keluarga amatlalh penting. Apabila hubungan interpersonal antar orangtua-anak kurang harmonis, terjadinya perceraian, atau iklim psikologis di rumah pada umumnya tidak nyaman, seperti: sikap permusuhan, iri hati (cemburu), bertengkar, atau kurang memperhatikan nilai-nilai moral, maka individu (khusunya anak) akan mengalami kegagalan dalam mencapai perkembangan mentalnya secara sehat.

2.      Mental Hygiene di Sekolah
Tidak kalah pentingnya menerapkan mental hygiene di lingkungan sekolah. Gagasan ini didasarkan pada asumsi, bahwa “perkembangan kesehatan mental peserta didik dipengaruhi oleh iklim sosio-emosional di sekolah.” Apabila iklim kurang kondusif, seperti: hubungan antar pimpinan sekolah dengan guru-guru yang mengalami stres, penerapan nilai-nilai moral rendah; dan adanya diskriminasi atau ketidakadilan, maka perkembangan kesehatan mental paserta didik akan mengalami hambatan.

3.      Mental Hygiene di Tempat Kerja
Lingkungan kerja memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia (pejabat, pimpinan, pegawai atau karyawan). Lingkungan kerja tidak hanya menjadi tempat mencari nafkah, ajang persaingan bisnis/ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan hidup dan harga diri, tetapi juga dapat menjadi sumber stres yang memberikan dampak negatif terhadap kesehatan mental bagi semua orang berada dan berinteraksi di tempat itu.

4.      Mental Hygiene dalam Kehidupan Politik
Dalam dunia politik penerapan mental hygiene ini sangatlah penting. Tidak sedikit orang yang bergelut dalam bidang politik (politisi, baik eksekutif maupun legislatif) yang mengidap gangguan mental, seperti: pemalsuan ijazah, money politic, korupsi, berkhianat kepada rakyat (ingkar janji), dan stres yang memunculkan perilaku agresif (menyerang lawan politik, baik secara verbal maupun nonverbal, atau karena gagal menjadi calon legislatif, dia merusak atribut partai).

5.      Mental Hygiene di Bidang Hukum
Seorang hakim perlu memiliki pengetahuan tentang mental hygiene, agar dapat mendeteksi tingkat kesehatan mental terdakwa atau para saksi apda saat proses pengadilan berlangsung. Pemahaman hakim tentang kesehatan mental terdakwa sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan hakim.

6.      Mental Hygiene dalam Kehidupan Beragama
Sebenarnya pendekatan agama dalam penyembuhan gangguan psikologis merupakan bentuk yang paling baik. Telah beberapa abad lamanya, para nabi atau para penyebar agama melakukan therapeutik terutama dalam menyembuhkan penyakit-penyakit rohaniah umatnya

FUNGSI MENTAL HYGIENE

Mental hygiene mempunyai tiga fungsi yaitu sebagai berikut.
  •   Preventif (pencegahan)
Fungsi ini menerapkan prinsip-prinsip yang menjamin mental yang sehat, seperti halnya physical hygiene memelihara fisik yang sehat. Istirahat yang memadai merupakan cara untuk memelihara fisik yang sehat, sementara pemuasan kebutuhan psikologis (seperti memperoleh kasih sayang dan rasa aman) merupakan prinsip yang mendasar dalam memelihara mental yang sehat.
  •       Amelioratif (perbaikan)
Amelioratif merupakan upaya memperbaiki kepribadian dan meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri, sehingga gejala-gejala tingkah laku dan mekanisme pertahanan diri dapat dikendalikan.
  •     Suportif (pengembangan)
Fungsi ini merupakan upaya untuk mengembangkan mental yang sehat atau kepribadian, sehingga seseorang mampu menghndari kesulitan-kesulitan psikologis yang mungkin dialaminya.



PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL


Kecenderungan Perkembangan Kesehatan Mental

A.         GAYA HIDUP MODERN
Modernisasi di samping berdampak positif bagi kehidupan, seperti diperolehnya kemudahan-kemudahan dalam berbagai bidang, namun ternyata telah melahirkan dampak yang kurang menguntungkan, yaitu dengan menggejalanya berbagai problema yang semakin kompleks, baik yang bersifat personal maupun sosial. Manusia modern telah dipeprdaya oleh produk pemikirannya sendiri, karena kirang mampu mengontrol dampak negatifnya, yaitu rusaknya lingkungan yang memporak-porandakan kenyamanan hidupnya.

B.         KESEHATAN MENTAL PADA ANAK DAN REMAJA

1. Masalah Kesehatan Mental
Seperti halnya orang dewasa, anak-anak dan remaja pun dapat mengalami masalah-masalah kesehatan mental yang mempengaruhi cara mereka berpikir, merasa, dan bertindak. Masalah-masalah kesehatan mental dapat menyebabkan kegagalan studi, konflik keluarga, penggunaan obat terlarang, kriminalitas, dan bunuh diri. Di samping itu, masalah kesehatan mental pun dapat membatasi kemampuannya untuk menjadi orang yang produktif. Masalah kesehatan mental yang sering dialami oleh anak-anak dan remaja, diantaranya depresi, rasa cemas, hiperaktif, dan gangguan makan.

2. Gangguan Mental pada Anak dan Remaja

a. Gangguan Perasaan
·         Perasaan sedih dan tak berdaya
·         Sering marah-marah atau bereaksi yang berlebihan terhadap sesuatu
·         Perasaan tak berharga
·         Perasaan takut, cemas atau khawatir yang berlebihan
·         Kurang bisa konsentrasi
·         Merasa bahwa kehidupan ini sangat berat
·         Perasaan pesimis menghadapi masa depan

b. Gangguan Perilaku
·         Mengkonsumsi alkohol atau obat-obat terlarang
·         Suka mengganggu hak-hak orang lain atau melanggar hukum
·         Melakukan sesuatu perbuatan yang dapat mengancam kehidupannya
·         Memiliki obsesi untuk memiliki tubuh yang langsing
·         Menghindar dari persahabatan atau senang hidup menyendiri
·         Sering melamun
·         Sering melakukan kenakalan di sekolah.

3. Penyebab Gangguan Mental pada Anak dan Remaja
a. Faktor biologis, seperti: genetika, ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh, menderita penyakit kronis, dan kerusakan sistem syaraf pusat.
b. Faktor psikologis, seperti: frustasi, konflik, terlalu pesimis menghadapi masa depan, kurang mendapat pengakuan dari kelompok, dan tidak mendapat kasih sayang dari orangtua.
c. Faktor lingkungan, seperti: merebaknya tayangan film di televisi yang bertema kejahatan dan pornoaksi, merebaknya perdagangan minuman keras dan naza, penjualan alat-alat kontrasepsi yang tidak terkontrol, penjualan VCD atau majalah porno, dll.

Pengembangan Kesehatan Mental

A.PENGEMBANGAN KESEHATAN MENTAL DALAM KELUARGA
Tak seorang pun meragukan besarnya pengaruh keluarga (orangtua) terhadap perkembangan kepribadian anak. Orangtua dengan sungguh-sungguh penuh kasih sayang memberi pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, nilai-nilai agama maupun sosial budaya yang merupakan faktor penting untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.
Dapat dikemukakan bahwa secara sosiopsikologis, fungsi keluarga adalah:
1. Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya.
2. Sumber pemenuhan kebutuhan baik fisik maupun psikis.
3. Sumber kasih sayang dan penerimaan.
4. Model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang baik.
5. Pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial dianggap tepat.
6. Pembantu anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan.
7. Pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan, motorik, verbal, dan sosial yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri.
8. Stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk mencapai prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat.
9. Pembimbing dalam mengembangkan aspirasi.
10. Sumber persahabatan anak, sampai cukup usia untuk mendapatkan teman di luar rumah, atau apabila persahabatan di luar rumah tidak memungkinkan.
Pengaruh keluarga terhadap perkembangan kepribadian atau kesehatan mental anak (remaja), yaitu menyangkut keberfungsian dan perlakuan keluarga.
  •   Keberfungsian keluarga
Seiring dengan perjalanan hidupnya, yang diwarnai oleh faktor internal dan faktor eksternal, maka masing-masing keluarga mengalami perubahan yang beragam. Ada keluarga yang semakin kokoh dalam menerapkan fungsinya namun ada juga keluarga yang mengalami ketidakharmonisan.
  •   Hubungan orangtua-anak
Weiten dan Lioyd (1994: 361) mengemukakan lima prinsip effective parenting, yaitu sebagai berikut.
a. Menyusun standar yang tinggi, namun dapat dipahami. Dalam hal ini anak diaharapkan untuk berperilaku dengan cara yang sesuai dengan usianya.
b. Menaruh perhatian terhadap perilaku anak yang baik dan memberikan reward. Perlakuan ini perlu dilakukan sebagai pengganti dari kebiasaan orangtua pada umumnya, yaitu bahwa mereka suka menaruh perhatian kepada anak pada saat anak berperilaku menyimpang, namun membiarkannya ketika melakukan yang baik.
c. Menjelaskan alasannya, ketika meminta anak untuk mengerjakan sesuatu.
d. Mendorong anak untuk menelaah dampak perilakunya terhadap orang lain.
e. Menegakkan aturan secara konsisten.

B.PENGEMBANGAN KESEHATAN MENTAL DI SEKOLAH
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan pelatihan untuk membantu siswa mengembangkan potensinya, baik menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial.

C.PENGEMBANGAN KESEHATAN MENTAL DI MASYARAKAT
Pengembangan kesehatan mental di masyarakat amatlah penting, karena perkembangan kesehatan mental seseoarang dipengaruhi oleh suasana kehidupan masyarakat dimana ia tinggal.



PENDEKATAN KESEHATAN MENTAL

A.      Pendekatan Orientasi Klasik

Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.
Kesehatan Mental : terhindarnya individu dari gejala gangguan jiwa(neurosis) dan gejala penyakit jiwa( psikosis), berupa simptom-simptom negatif yang menimbulkan rasa tidak sehat,dan bisa mengganggu efisiensi yang biasanya tidak bisa dikuasai individu.

Kelemahan dari Orientasi ini adalah :
- Simptom-simptom bisa terdapat juga pada individu normal
- Rasa tidak nyaman dan konflik bisa membuat individu berkembang dan memperbaiki diri.
- Sehat atau sakit tidak bisa didasarkan pada ada atau tidaknya keluhan.


B.      Pendekatan Orientasi Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri (Menninger,1947) : perubahan dalam diri yang diperlukan untuk mengadakan hubungan yang memuaskan dengan orang lain/lingkungan.
Individu bermasalah : apabila tidak mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan dari luar dirinya, dengan kondisi baru serta dalam mengisi peran yang baru.
Normal dalam Orientasi ini :
a) Normal secara statistik; yaitu apa adanya.
b) Normal secara normatif : individu bertingkah laku sesuai budaya setempat.
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita menilainya? Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak dapat dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Dengan contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya.

C. Pendekatan Orientasi Pengembangan Potensi
Kesehatan mental : pengetahuan dan perbuatan yang tujuannya untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin sehingga membawa pada kebahagian diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan penyakit jiwa . Tokohnya : Allport , Maslow , Roger Fromm


Kriteria mental sehat dalam orientasi ini :
1. Punya pedoman normatif pribadi ( bisa memilih apa yang baik dan menolak yang buruk)
2. Menunjukan otonomi independen , mawas diri dalam mencari nilai-nilai pedoman.
Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat  kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa kesehatan mental hanyasekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika kita masukkan dalam pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh aspek individu, dengan sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan sosial.


SUMBER :