Kamis, 30 Mei 2013

Cinta Dan Perkawinan

CINTA DAN PERKAWINAN
A.    Memilih Pasangan
Dalam memilih pasangan hidup, janganlah kita tergesa-gesa atau berpikir singkat tanpa ada pertimbangan-pertimbangan matang. Kita harus ingat bahwa pasangan yang akan kita pilih menjadi pendamping kita adalah orang yang akan menemani kita seumur hidup kita, untuk itu jangan sampai salah pilih pasangan. Kita harus memikirkan kriteria yang bagaimana yang disetujui Alkitab ? Dan bagaimana cara-cara untuk bisa mendapatkan pasangan dengan tepat ?
Ada peribahasa yang berbunyi, "Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga." Kebanyakan kita berusaha untuk hidup sebaik mungkin supaya hidup tidak menyisakan penyesalan di hari tua. Namun pada kenyataannya tidak ada seorang pun yang dapat melewati hidup tanpa penyesalan. Seperti tupai yang terjatuh, kita pun tersandung dalam satu dua hal sehingga mesti menanggung penyesalan di hari tua. Berikut akan dipaparkan pelbagai ruang dalam kehidupan yang kerap menyisakan penyesalan. Mudah-mudahan melalui refleksi ini kita dapat menghindar dari kesalahan serupa sehingga kita tidak harus menyisakan penyesalan dalam hidup.
Norman Wright, seorang terapis keluarga di Amerika, menyimpulkan bahwa kebanyakan orang di Amerika lebih banyak memberi waktu untuk memersiapkan diri menghadapi ujian mengambil surat izin mengemudi dibanding memersiapkan diri untuk pernikahan. Pengamatan yang baik! Dan salah satu penyebab mengapa kita keliru memilih pasangan hidup adalah karena kita TERLALU CEPAT MENGAMBIL KEPUTUSAN. Jarang ada orang yang keliru memilih pasangan hidup oleh karena terlalu lama mengambil keputusan.
Berikut akan dipaparkan beberapa penyebab mengapa kita terlalu cepat mengambil keputusan :
·         Terlalu bernafsu.
Mungkin kita bertemu dengan seseorang yang memenuhi profil pasangan yang kita dambakan. Tanpa pikir panjang, kita pun langsung memutuskan untuk menikah dengannya sebab bagi kita, perjumpaan itu ibarat durian runtuh. Kita melupakan fakta bahwa pernikahan didirikan di atas pengenalan yang mendalam, bukan perkiraan belaka. Pada umumnya kita mendasarkan keputusan seperti ini atas ketertarikan jasmaniah. Oleh karena ia begitu memikat, kita tidak lagi berpikir panjang. Kita ingin bersamanya dan tidak lagi memerhatikan perbedaan yang ada. Alhasil kita menuai badai dalam keluarga.
·         Beriman semu.
Kita beranggapan bahwa Tuhan pastilah tidak akan membiarkan kita memilih pasangan yang salah dan siapa pun itu yang kita yakini sebagai orang yang disediakan Tuhan untuk kita, pastilah pasangan yang sesuai. Alhasil kita pun tidak lagi berhati-hati menilai dan tanpa menjalani masa berkenalan yang panjang, kita memutuskan untuk menikah. Memang benar Tuhan menuntun kita namun Ia pun menghendaki agar kita melakukan bagian kita yakni memastikan bahwa kita memang sepadan. Dalam pemilihan pasangan iman tidak menggantikan akal sehat. Kita tetap harus menjalani masa perkenalan dan penyesuaian. Keharmonisan bukanlah hasil dari doa semata; keharmonisan adalah buah dari kerja keras menyesuaikan diri satu dengan yang lain.
·         Menyederhanakan masalah.
Mungkin kita sudah mulai merasakan bahwa ada perbedaan yang mendasar di antara kita namun kita menolak untuk menghadapi realitas. Kita beranggapan bahwa segala masalah pasti dapat diselesaikan asalkan kita saling mencintai. Kita pun beranggapan bahwa semua pernikahan mengandung masalah, jadi kita tidak perlu mengkhawatirkannya. Akhirnya kita pun harus berhadapan dengan masalah demi masalah. Ternyata masalah sederhana tidaklah sesederhana yang kita duga; pada akhirnya kita menemukan bahwa masalah demi masalah yang tak terselesaikan bertumpuk menjadi gunung masalah yang siap meletus.
·         Motivasi yang tidak murni.
Mungkin kita menginginkan status nikah sebab sudah terlalu lama hidup membujang. Atau, kita menginginkan hartanya sehingga kita pun tergesa-gesa menikahinya. Bila kita menikah dengan motivasi tidak tulus, kita mendasari pernikahan atas ketidakjujuran. Dan ketidakjujuran merusakkan fondasi pernikahan yang penting yakni kepercayaan. Ia merasa diperdaya dan tidak lagi bisa menyerahkan hidup sepenuhnya kepada kita. Alhasil pernikahan pun retak.

·         Kehamilan.
Ada banyak pasangan yang memutuskan untuk menikah karena kehamilan. Mereka pun memasuki pernikahan di dalam ketidaksiapan dan mesti menuai badai konflik. Sebetulnya mereka belum siap dan belum merencanakan untuk menikah pada saat itu. Namun kehamilan memaksa mereka untuk menikah. Akhirnya mereka merasa terjebak di dalam pernikahan; mereka saling menyalahkan dan melepaskan tanggung jawab.
Bisa dikatakan bahwa pasangan hidup adalah suatu yang penting dalam menentukan masa depan kita. Oleh karena itu bisa dikatakan juga bahwa pemilihannya pun juga sangat penting. Jodoh memang di tangan Tuhan, namun tetaplah menjadi tanggung jawab bagi manusia untuk mencarinya. Jodoh tentu seperti rejeki, tidak akan datang ketika anda tidak mencarinya. Perkawinan adalah proses penyatuan dua hati, tidak hanya secara fisik saja. Hal ini dilakukan untuk mencari dan membentuk keserasian dan keseimbangan dalam membuat hidup menjadi lebih baik dan lebih indah. Cara memilih pasangan sebagai berikut :
·         Memiliki lebih banyak persamaan dalam bidang ilmu pengetahuan seperti politik, keagamaan, hobi atau yang lainnya. Semakin banyak persamaan, tentu saja semakin baik dan semakin kompak. Kesamaan visi dan misi dapat dicapai sehingga anda berdua tahu harus menuju kemana. Selain itu dalam suatu diskusi akan tercapai keadaan dimana anda berdua sama tinggi, dimana satu sama lain adalah berdiskusi, tidak saling memerintahkan.
·         Reaksi emosi yang dimiliki pasangan adalah sama dalam menghadapi suatu kejadian atau peristiwa seperti kegembiraan, kesedihan, keterkejutan dan simpatik. Hal ini akan membuat anda berdua tidak memiliki ketimpangan emosi. Akan sangat lucu sekali ketika anda bersedih karena sesuatu sedangkan pasangan anda justru tertawa karena menganggapnya lucu. Jika hanya terjadi sesekali itu tidak masalah, namun jika sering dan terus terjadi maka bisa menimbulkan salah paham dan pertikaian.
·         Memiliki pemahaman yang sama mengenai hubungan seperti keakraban, kebebasan, kebergantungan, pemberian dan pengorbanan. Pemahaman tentang hubungan yang sama ini dapat menggiring anda dan pasangan untuk saling mengerti, ada di tahap mana anda berdua sedang berada. Ini tentu saja untuk menunjukkan betapa serius anda atau si dia menjalin hubungan.
·         Selalu memupuk sifat yang disukai dalam diri dan memamerkannya pada pasangan. Pasangan yang baik akan selalu memperbaiki diri untuk membuat pasangannya lebih baik dan lebih nyaman.
·         Mereka yang mengasihi pasangan bukan karena tampang, harta dan keturunan. Namun pasangan yang mencintai anda dengan tulus karena anda. Begitu pula dengan anda, haruslah mencintai pasangan karena dia, bukan hal yang lainnya.
·         Cari pasangan yang sealu membantu anda dalam mengukuhkan imej diri anda dan mendukung semangat dan menyakinkan diri anda, begitu pula sebaliknya.
·         Pasangan yang suka memuji dan memotivasi pasangannya dengan ikhlas dan tidak suka berbohong. Kejujuran adalah salah satu kunci besar dari hubungan yang harmonis dan menyenangkan. Kejujuran pula akan membuat hidup anda berdua menjadi lebih nyaman.

B.     Hubungan dalam Perkawinan
Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi - yang biasanya intim dan seksual.Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Tergantung budaya setempat bentuk perkawinan bisa berbeda-beda dan tujuannya bisa berbeda-beda juga. Tapi umumnya perkawinan itu ekslusif dan mengenal konsep perselingkuhan sebagai pelanggaran terhadap perkawinan. Perkawinan umumnya dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Umumnya perkawinan harus diresmikan dengan pernikahan.
Tujuan perkawinan :
·         Untuk mendapatkan keturunan
·         Untuk meningkat derajat dan status social baik pria maupun wanita
·         Mendekatkan kembali hubungan kerabat yang sudah renggang
·         Agar harta warisan tidak jatuh ke orang lain.
Bentuk perkawinan Menurut jumlah suami istri :
1.      Monogami (mono berarti satu, gamos berarti kawin) yaitu perkawinan antara satu orang laki-laki dan satu orang perempuan.
2.      Poligami (poli berarti banyak) yaitu perkawinan antara satu orang laki-laki atau wanita dan lebih dari satu wanita atau laki-laki. Dengan kata lain, beristri atau bersuami lebih dari satu orang. Poligami dibagi menjadi dua yaitu:
·         Poligini, yaitu seorang laki-laki beristri lebih dari satu orang. Poligini sendiri dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
·         Poligini sororat, bila para istrinya beradik-kakak . Poligini non-sororat, bila para istrinya bukan beradik-kakak
3.      Poliandri, yaitu seorang istri bersuami lebih dari satu orang. Poliandri dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
·         Poliandri fraternal, bila para suami beradik-kakak
·         Poliandri non-fraternal, bila para suami bukan beradik-kakak. Poliandri antara lain terdapat pada orang Eskimo, Markesas (Oceania), Toda di India Selatan dan beberapa bangsa di Afrika Timur dan Tibet
Pendapat Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage and relationship educator and coach, dia mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam kehidupan perkawinan. Hubungan dalam pernikahan bisa berkembang dalam tahapan yang bisa diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut memang tidak terjadi secara mencolok dan tak memiliki patokan batas waktu yang pasti.  Bisa jadi antara pasangan suami-istri, yang satu dengan yang lain, memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui tahapannya. Namun anda dan pasangan dapat saling merasakannya.
·         Tahap pertama : Romantic Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.
·         Tahap kedua : Dissapointment or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya.  Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya
·         Tahap ketiga : Knowledge and Awareness. Dawn mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk  menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
·         Tahap keempat: Transformation. Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku  yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
·         Tahap kelima:  Real Love. “Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn.  Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
Lebih lanjut Dawn menyarankan pula, “Jangan hancurkan hubungan pernikahan Anda dan pasangan hanya karena merasa tak sesuai atau sulit memahami pasangan. Anda hanya perlu sabar menjalani dan mengulang tahap perkembangan dalam pernikahan ini. Jadikanlah kelanggengan pernikahan Anda berdua sebagai suatu hadiah berharga bagi diri sendiri, pasangan, dan juga anak.



C.    Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam Perkawinan
Penyesuaian dalam perkawinan
Hirning dan Hirning (1956) mengatakan bahwa penyesuaian perkawinan itu lebih kompleks dibandingkan yang terlihat. Dua orang memasuki perkawinan harus menyesuaikan satu sama lain dengan tingkatan yang berbeda-beda. Untuk tingkat organismik mereka harus menyesuaikan diri dengan sensori, motor, emosional dan kapasitas intelektual dan kebutuhan. Untuk tingkat kepribadian, masing-masing mereka harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan, keterampilan, sikap, ketertarikan, nilai-nilai, sifat, konsep ego, dan kepercayaan. Pasangan juga harus menyesuaikan dengan lingkungan mereka, termasuk rumah tangga yang baru, anak-anak, sanak keluarga, teman, dan pekerjaan.
Lasswell dan Lasswell (1987) mengatakan bahwa konsep dari penyesuaian perkawinan adalah bahwa dua individu belajar untuk saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan, dan harapan.
 Dyer (1983) menyatakan penyesuaian perkawinan adalah adanya bermacam-macam proses dan penyesuaian didalam hubungan perkawinan antar pasangan, dimana adanya proses untuk mengakomodasikan situasi sehari-hari, menyeimbangkan kebutuhan masing-masing, ketertarikan, role-expectation, dan pandangan, dan beradaptasi untuk perubahan kondisi perkawinan dan kehidupan keluarga.
Menurut LeMasters (dalam Dyer, 1983) penyesuaian perkawinan bisa dikonseptualisasikan sebagai kapasitas penyesuaian atau adaptasi, sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah daripada kemangkiran dari masalah.
Schneiders (1964) mengatakan bahwa konsep dari penyesuaian perkawinan adalah suatu seni kehidupan dan bermanfaat dalam kerangka tanggung jawab, hubungan, dan pengharapan yang merupakan hal mendasar dalam perkawinan.
Duvall dan Miller (1985) mengatakan bahwa penyesuaian perkawinan itu adalah proses membiasakan diri pada kondisi baru dan berbeda sebagai hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami istri. Penyesuaian perkawinan ini juga dianggap sebagai persoalan utama dalam hubungan sebagai suami istri.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian perkawinan adalah dua orang memasuki tahap perkawinan dan mulai membiasakan diri dengan situasi baru sebagai suami istri yang saling menyesuaikan dengan kepribadian, lingkungan, kehidupan keluarga, dan saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan dan harapan.
Hurlock (1990) mengatakan bahwa terdapat lima kriteria keberhasilan dalam penyesuaian perkawinan, yaitu :
1. Kebahagiaan suami istri
Suami dan istri yang bahagia yang memperoleh kebahagiaan bersama akan membuahkan kepuasan yang diperoleh dari peran yang mereka mainkan bersama. Mereka juga mempunyai cinta yang matang dan mantap satu dengan lainnya. Mereka juga dapat melakukan penyesuaian seksual dengan baik serta dapat menerima peran sebagai orang tua.
2. Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat
Perbedaaan pendapat di antara anggota keluarga yang tidak dapat dielakkan, biasanya berakhir dengan salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu adanya ketegangan tanpa pemecahan, salah satu mengalah demi perdamaian atau masing-masing keluarga mencoba untuk saling mengerti pandangan dan pendapat orang lain. Dalam jangka panjang kemungkinan ketiga yang dapat menimbulkan kepuasan dalam penyesuaian perkawinan, walaupun kemungkinan pertama dan kedua dapat mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perselisihan yang meningkat.
3. Kebersamaan
Jika penyesuaian perkawinan dapat berhasil, maka keluarga dapat menikmati waktu yang digunakan untuk berkumpul bersama. Apabila hubungan keluarga telah dibentuk dengan baik pada awal-awal tahun perkawinan, maka keduanya dapat mengikatkan tali persahabatan lebih erat lagi setelah mereka dewasa, menikah dan membangun rumah atas usahanya sendiri.
4. Penyesuaiaan yang baik dalam masalah keuangan
Dalam keluarga pada umumnya salah satu sumber perselisihan dan kejengkelan adalah sekitar masalah keuangan. Bagaimanapun besarnya pendapatan, keluarga perlu mempelajari cara membelanjakan pendapatannya sehingga mereka dapat menghindari utang yang selalu melilitnya agar disamping itu mereka dapat menikmati kepuasan atas usahanya dengan cara yang sebaik-baiknya, daripada menjadi seorang istri yang selalu mengeluh karena pendapatan suaminya tidak memadai. Bisa juga dia bekerja untuk membantu pendapatan suaminya demi pemenuhan kebutuhan keluarga.
5. Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga
Apabila suami istri mempunyai hubungan yang baik dengan pihak keluarga pasangan, khususnya mertua, ipar laki-laki dan ipar perempuan, kecil kemungkinannya untuk terjadi percekcokan dan ketegangan hubungan dengan mereka. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kriteria keberhasilan penyesuaian perkawinan adalah kebahagiaan suami istri, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan, dan penyeusian yang baik dari pihak keluarga pasangan.
Banyak faktor sosial dan demografis yang ditemukan memiliki hubungan dengan penyesuaian perkawinan (Dyer, 1983). Berikut ini beberapa hal yang mempengaruhi penyesuaian perkawinan :
1. Usia
Udry dan Schoen (dalam Dyer, 1983) mengatakan bahwa penyesuaian pekawinan rendah apabila pasangan menikah pada usia yang sangat muda, yaitu laki-laki di bawah 20 tahun dan wanita di bawah 18 tahun. Mereka dihadapkan pada tuntutan dan beban seputar perkawinan, dimana bisa menyebabkan rasa kecewa, berkecil hati, dan tidak bahagia. Penelitian juga mengatakan bahwa dalam ketidakmatangan, cenderung untuk melihat perkawinan dari segi romantismenya dan kurang persiapan untuk menerima tanggung jawab dari perkawinan tersebut. Tapi dalam hal perbedaan usia, penelitian ditemukan tidak terlalu meyakinkan. Ada penelitian menemukan bahwa akan lebih menguntungkan bagi pasangan yang memiliki usia yang sama (Locke; Blode & Wolfe, dalam Dyer, 1983), namun pada penelitian lain juga ditemukan bahwa usia yang berbeda tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam penyesuaian pekawinan (Udry, Nelson & Nelson, dalam Dyer, 1983).

2. Agama
Hubungan antara agama dan penyesuaian perkawinan sudah diselidiki sepanjang tahun. Walaupun begitu, selalu ditemukan hasil yang berbedabeda dan selalu tidak konsisten. Terman (dalam Dyer, 1983) menyimpulkan bahwa latar belakang agama dari pasangan bukan faktor yang berarti dalam kebahagiaan perkawinan. Pada penelitian pernikahan beda agama (Christensen & Barber; Glenn, dalam Dyer, 1983) ditemukan bahwa pernikahan beda agama antara Katolik, Yahudi, dan Protestan sedikit kurang bahagia dibandingkan pernikahan dengan agama yang sama di ketiga agama tersebut.

3. Ras
Sejauh ini tidak ada penelitian khusus penyesuaian perkawinan dimana perkawinan antar ras sebagai variabelnya. Walaupun ada opini terkenal yang mengatakan bahwa perkawinan antar ras penuh resiko, sebenarnya secara statistik sangat sedikit yang mendukung pandangan ini (Udry, dalam Dyer, 1983). Penelitian yang dilakukan Monahan (dalam Dyer, 1983) pada perkawinan antar ras di Iowa, ditemukan bahwa perkawinan antar kulit hitam dan putih lebih stabil daripada perkawinan kulit hitam dan hitam; dia juga menemukan bahwa perkawinan dengan suami kulit hitam dan istri kulit putih memiliki rata-rata perceraian yang rendah dibandingkan dengan rata-rata perceraian pada perkawinan kulit putih dan putih. Dimana perbedaan sosial dan kultur masih tetap ada dan larangan pada perkawinan antar ras masih kuat, mereka berusaha untuk tahan menghadapi larangan dan berusaha kuat untuk menghadapi sangsi yang ada dari kelompok ras mereka masing-masing

4. Pendidikan
Data dari survei nasional mengatakan bahwa pendidikan tidak selamanya menjadi faktor yang penting dalam penyesuaian perkawinan. Glenn dan Weaver (dalam Dyer, 1983) menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya mengecap pendidikan dengan kebahagiaan perkawinan. Penelitian terhadap perbedaan pendidikan pada pasangan dengan penyesuaian perkawinan belum sepenuhnya jelas, karena ada pendapat yang mengatakan bahwa pasangan dengan tingkat pendidikan yang sama akan lebih puas dengan perkawinannya dan hasil penelitian yang lain juga mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara perbedaan tingkat pendidikan suami istri dengan penyesuaian perkawinan (Terman; Burgess & Wallin, dalam Dyer, 1983).

5. Keluarga Pasangan
Salah satu hal yang harus dihadapi oleh pasangan yang baru menikah adalah bagaimana mengatasi hubungan selanjutnya dengan orang tua dan sanak saudara setelah menikah. Beberapa penelitian dalam hal saudara istri atau suami mengindikasikan bahwa masalah ini lebih mempengaruhi wanita daripada pria (Duvall; Komorovsky, dalam Dyer, 1983). Ibu mertua dan kakak ipar lebih cenderung sebagai masalah dalam ketidakcocokan dari pada bapak mertua dan abang ipar. Inti dalam perselisihan biasanya menyangkut aktifitas dan peran wanita dalam rumahtangga.



Pertumbuhan dalam perkawinan
Ada kualitas yang pasangan merasa mereka harus memiliki yang akan meningkatkan untuk melanjutkan pertumbuhan Pernikahan mereka. Jika Anda ingin datang lebih dekat kepada suami atau Istri Anda, itu akan membutuhkan beberapa keterampilan, perilaku dan kualitas untuk menyelamatkan pernikahan Anda.
Berikut adalah 3 kualitas yang kondusif untuk membantu menyelamatkan pernikahan Anda :
·         Kejujuran
Ketidakjujuran adalah salah satu penentu utama dari pernikahan yang gagal. Ini telah menyebabkan pasangan untuk memisahkan, merugikan satu sama lain atau bahkan membunuh satu sama lain. Bicaralah kepada suami atau istri sebagai bermaksud baik. Mengucapkan terima kasih untuk hadiah yang tidak diinginkan. Kadang-kadang, orang akan bertunangan dengan kebohongan karena mereka takut untuk menyakiti orang lain. Tidak ada heran dalam menarik untuk kebohongan karena kita biasanya mengakui penipuan.
·         Mengampuni
Biarkan pergi, menenangkan rasa sakit, menyembuhkan dan bersatu kembali. Ini adalah kata-kata yang menunjukkan Pengampunan. Menjadi dirugikan mental atau emosional menciptakan luka yang mendalam. Tampaknya manusia lama untuk membalas dendam manis tapi itu akan melakukan apapun yang baik untuk Anda. Hal ini akan memperburuk pernikahan Anda. Pengampunan melibatkan simpati terdalam dan kebijaksanaan. Bagi mereka yang peduli dan nilai pernikahan mereka, sangat penting untuk memahami dinamika perkawinan.
·         Komunikasi
Pasangan keinginan untuk terbuka, untuk berbagi, untuk berhubungan, dan untuk secara aktif berbicara dan mendengarkan yang lain. Kami biasanya menunggu sampai orang telah meninggal untuk mengekspresikan nilai mereka dalam hidup kita, untuk menghormati mereka terbuka dan mengekspresikan cinta kita untuk mereka. Jangan menghilangkan diri dari komunikasi yang erat. Luka sembuh dengan cepat ketika ada yang tahu bahwa cinta tidak diragukan lagi ada. Komunikasi yang benar antara untuk pasangan muda adalah value.There terbatas kualitas yang pasangan merasa mereka harus memiliki yang akan meningkatkan untuk melanjutkan pertumbuhan pernikahan mereka. Jika Anda ingin datang lebih dekat kepada suami atau istri Anda, itu akan membutuhkan beberapa keterampilan, perilaku dan kualitas untuk menyelamatkan pernikahan Anda.



D.   Perceraian dan Pernikahan Kembali
Perceraian
Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan (seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka. Banyak negara yang memiliki hukum dan aturan tentang perceraian, dan pasangan itu dapat diminta maju ke pengadilan
Jenis perceraian ada 2 :
·         Cerai hidup - karena tidak cocok satu sama lain.
·         Cerai mati - karena salah satu pasangan meninggal.
Penyebab perceraian :
1.      Ketidakharmonisan dalam rumah tangga
Alasan tersebut di atas adalah alasan yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan suami – istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail.
2.      Krisis moral dan akhlak
Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.
3.      Perzinahan
Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri.
4.      Pernikahan tanpa cinta
Alasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.
5.      Adanya masalah-masalah dalam perkawinan
Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang seperti adanya perselingkuhan antara suami istri. Langkah pertama dalam menanggulangi sebuah masalah perkawinan adalah :
·         Adanya keterbukaan antara suami – istri
·         Berusaha untuk menghargai pasangan
·         Jika dalam keluarga ada masalah, sebaiknya diselesaikan secara baik-baik
·         Saling menyayangi antara pasangan

Pernikahan kembali
Berikut ini adalah beberapa alasan yang paling umum untuk tingkat perceraian yang lebih tinggi dalam Pernikahan kembali.
·         Salah satu mitra yang sama dari perkawinan terakhir Anda masih hadir di pernikahan kembali ini.
Kebanyakan orang tidak meluangkan waktu untuk mengevaluasi apa yang salah. Mereka hanya berasumsi masalahnya adalah WHO. Sayangnya itu tidak terjadi. Anda perlu memeriksa apa yang menyebabkan pernikahan berantakan. Sementara itu tergoda untuk menganggap bahwa mantan pasangan Anda adalah masalah, mereka tidak 100% bertanggung jawab. Tanpa mengambil waktu untuk melihat bagian dalam kematian ANDA pernikahan, Anda ditakdirkan untuk mengulangi yang sama, jika tidak sama, kesalahan.
·         Sebuah pengalaman perceraian tidak tiba-tiba mengungkapkan kesadaran khusus dari tanda-tanda bahaya Hubungan.
Fakta yang menyedihkan adalah, orang-orang bergegas ke suatu hubungan baru terlalu cepat setelah perceraian mereka. Mereka tidak benar-benar siap untuk berada dalam hubungan berkomitmen dalam cara perkawinan baru memerlukan. Kebanyakan orang masih terhuyung-huyung dari banyak perubahan dan / atau kerugian yang mereka alami sebagai hasil dari perceraian mereka. Melanjutkan untuk dibungkus dalam apa yang terjadi dalam pernikahan terakhir Anda tidak membangun dasar yang stabil bagi pernikahan baru.
·         Komitmen pernikahan kembali adalah kurang dari dalam pernikahan yang pertama.
Dengan berada di pernikahan kembali, itu berarti satu anggota pasangan Anda telah menikah sebelumnya. Jika pernikahan sebelumnya berakhir dengan perceraian itu berarti keputusan sadar dibuat untuk mengakhiri pernikahan. Itu batas yang menyeberang. Setelah batas yang dilanggar sekali, jauh lebih mudah untuk datang ke kesimpulan bahwa lagi. Perceraian tidak lagi yang tidak diketahui. Anda mungkin tidak menyukainya tetapi Anda menanggungnya. Karena itu, menjadi pilihan yang lebih layak dibandingkan pada pernikahan pertama sesegera segala sesuatunya menjadi kasar.
·         Sebuah keluarga adalah sebuah langkah yang tidak diketahui di masyarakat kita.
Langkah keluarga dengan cepat menjadi unit keluarga yang paling umum, tapi tidak ada yang punya petunjuk bagaimana mereka seharusnya bekerja? A keluarga inti dari ibu, ayah dan anak-anak biologis mereka masih dipandang sebagai gagasan standar keluarga) Sebuah keluarga Langkah TIDAK cocok cetakan ini.. Ketika keluarga langkah baru melihat bahwa keluarga mereka tidak datang dekat dengan menyerupai apa yang mereka harapkan, itu umum bagi mereka untuk mulai mempertanyakan keputusan mereka untuk menikah lagi.

Perceraian itu menyakitkan. Tidak ada mendapatkan sekitar itu. Anda terluka, Anda ex-pasangan sakit, dan anak-anak Anda sakit. Daripada berlari ke altar karena Anda "jatuh cinta", mengambil waktu untuk mundur dan mempersiapkan. Jangan menempatkan diri dan anak-anak Anda melalui rasa sakit perceraian lain. Jadilah bijaksana. Jadilah mitra yang lebih baik daripada hanya mencari yang lebih baik.
E.      Alternatif Selain Menikah

Paradigma terhadap lajang cenderung memojokkan. pertanyaannya kapan menikah?? Ganteng-ganteng kok ga menikah? Apakah Melajang Sebuah Pilihan??
Ada banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman, juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang, mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan. Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak perusahaan lebih memilih karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang.
Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapat prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi. Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
Banyak yang mengatakan seorang masih melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin mendapat pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita dengan seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada menikah akhirnya berakhir dengan perceraian.
Lajang pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara berwisata ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang biasanya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya jika dibandingkan dengan teman-teman yang berusia sama dengannya, tetapi telah menikah.
Ketika diundang ke pernikahan kerabat, pelajang biasanya menghindarinya. Kalaupun datang, mereka berusaha untuk berkumpul dengan para sepupu yang masih melajang dan sesama pelajang. Hal ini untuk menghindari pertanyaan singkat dan sederhana dari kerabat yang seusia dengan orangtua mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul? Sudah ada calon? Pertanyaan tersebut, sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk dijawab oleh pelajang.
Seringkali, pelajang juga menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila saudara sepupu yang seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar. Sementara orangtua menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak tidak berat jodoh.
Tidak dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seorang yang telah cocok di hati.
Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup sendiri.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar