CINTA
DAN PERKAWINAN
A.
Memilih Pasangan
Dalam memilih pasangan hidup,
janganlah kita tergesa-gesa atau berpikir singkat tanpa ada
pertimbangan-pertimbangan matang. Kita harus ingat bahwa pasangan yang akan
kita pilih menjadi pendamping kita adalah orang yang akan menemani kita seumur
hidup kita, untuk itu jangan sampai salah pilih pasangan. Kita harus memikirkan
kriteria yang bagaimana yang disetujui Alkitab ? Dan bagaimana cara-cara untuk
bisa mendapatkan pasangan dengan tepat ?
Ada peribahasa yang berbunyi,
"Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga." Kebanyakan
kita berusaha untuk hidup sebaik mungkin supaya hidup tidak menyisakan
penyesalan di hari tua. Namun pada kenyataannya tidak ada seorang pun yang
dapat melewati hidup tanpa penyesalan. Seperti tupai yang terjatuh, kita pun
tersandung dalam satu dua hal sehingga mesti menanggung penyesalan di hari tua.
Berikut akan dipaparkan pelbagai ruang dalam kehidupan yang kerap menyisakan
penyesalan. Mudah-mudahan melalui refleksi ini kita dapat menghindar dari
kesalahan serupa sehingga kita tidak harus menyisakan penyesalan dalam hidup.
Norman Wright, seorang terapis
keluarga di Amerika, menyimpulkan bahwa kebanyakan orang di Amerika lebih
banyak memberi waktu untuk memersiapkan diri menghadapi ujian mengambil surat
izin mengemudi dibanding memersiapkan diri untuk pernikahan. Pengamatan yang
baik! Dan salah satu penyebab mengapa kita keliru memilih pasangan hidup adalah
karena kita TERLALU CEPAT MENGAMBIL KEPUTUSAN. Jarang ada orang yang keliru memilih
pasangan hidup oleh karena terlalu lama mengambil keputusan.
Berikut akan dipaparkan
beberapa penyebab mengapa kita terlalu cepat mengambil keputusan :
·
Terlalu bernafsu.
Mungkin kita bertemu dengan
seseorang yang memenuhi profil pasangan yang kita dambakan. Tanpa pikir
panjang, kita pun langsung memutuskan untuk menikah dengannya sebab bagi kita,
perjumpaan itu ibarat durian runtuh. Kita melupakan fakta bahwa pernikahan
didirikan di atas pengenalan yang mendalam, bukan perkiraan belaka. Pada
umumnya kita mendasarkan keputusan seperti ini atas ketertarikan jasmaniah.
Oleh karena ia begitu memikat, kita tidak lagi berpikir panjang. Kita ingin
bersamanya dan tidak lagi memerhatikan perbedaan yang ada. Alhasil kita menuai
badai dalam keluarga.
·
Beriman semu.
Kita beranggapan bahwa Tuhan
pastilah tidak akan membiarkan kita memilih pasangan yang salah dan siapa pun
itu yang kita yakini sebagai orang yang disediakan Tuhan untuk kita, pastilah
pasangan yang sesuai. Alhasil kita pun tidak lagi berhati-hati menilai dan
tanpa menjalani masa berkenalan yang panjang, kita memutuskan untuk menikah.
Memang benar Tuhan menuntun kita namun Ia pun menghendaki agar kita melakukan
bagian kita yakni memastikan bahwa kita memang sepadan. Dalam pemilihan
pasangan iman tidak menggantikan akal sehat. Kita tetap harus menjalani masa
perkenalan dan penyesuaian. Keharmonisan bukanlah hasil dari doa semata;
keharmonisan adalah buah dari kerja keras menyesuaikan diri satu dengan yang
lain.
·
Menyederhanakan masalah.
Mungkin kita sudah mulai
merasakan bahwa ada perbedaan yang mendasar di antara kita namun kita menolak
untuk menghadapi realitas. Kita beranggapan bahwa segala masalah pasti dapat
diselesaikan asalkan kita saling mencintai. Kita pun beranggapan bahwa semua
pernikahan mengandung masalah, jadi kita tidak perlu mengkhawatirkannya.
Akhirnya kita pun harus berhadapan dengan masalah demi masalah. Ternyata
masalah sederhana tidaklah sesederhana yang kita duga; pada akhirnya kita
menemukan bahwa masalah demi masalah yang tak terselesaikan bertumpuk menjadi
gunung masalah yang siap meletus.
·
Motivasi yang tidak murni.
Mungkin kita menginginkan
status nikah sebab sudah terlalu lama hidup membujang. Atau, kita menginginkan
hartanya sehingga kita pun tergesa-gesa menikahinya. Bila kita menikah dengan
motivasi tidak tulus, kita mendasari pernikahan atas ketidakjujuran. Dan
ketidakjujuran merusakkan fondasi pernikahan yang penting yakni kepercayaan. Ia
merasa diperdaya dan tidak lagi bisa menyerahkan hidup sepenuhnya kepada kita.
Alhasil pernikahan pun retak.
·
Kehamilan.
Ada banyak pasangan yang
memutuskan untuk menikah karena kehamilan. Mereka pun memasuki pernikahan di
dalam ketidaksiapan dan mesti menuai badai konflik. Sebetulnya mereka belum
siap dan belum merencanakan untuk menikah pada saat itu. Namun kehamilan
memaksa mereka untuk menikah. Akhirnya mereka merasa terjebak di dalam
pernikahan; mereka saling menyalahkan dan melepaskan tanggung jawab.
Bisa dikatakan bahwa pasangan
hidup adalah suatu yang penting dalam menentukan masa depan kita. Oleh karena
itu bisa dikatakan juga bahwa pemilihannya pun juga sangat penting. Jodoh
memang di tangan Tuhan, namun tetaplah menjadi tanggung jawab bagi manusia
untuk mencarinya. Jodoh tentu seperti rejeki, tidak akan datang ketika anda
tidak mencarinya. Perkawinan adalah proses penyatuan dua hati, tidak hanya
secara fisik saja. Hal ini dilakukan untuk mencari dan membentuk keserasian dan
keseimbangan dalam membuat hidup menjadi lebih baik dan lebih indah. Cara
memilih pasangan sebagai berikut :
·
Memiliki lebih banyak persamaan dalam bidang
ilmu pengetahuan seperti politik, keagamaan, hobi atau yang lainnya. Semakin
banyak persamaan, tentu saja semakin baik dan semakin kompak. Kesamaan visi dan
misi dapat dicapai sehingga anda berdua tahu harus menuju kemana. Selain itu
dalam suatu diskusi akan tercapai keadaan dimana anda berdua sama tinggi,
dimana satu sama lain adalah berdiskusi, tidak saling memerintahkan.
·
Reaksi emosi yang dimiliki pasangan adalah sama
dalam menghadapi suatu kejadian atau peristiwa seperti kegembiraan, kesedihan,
keterkejutan dan simpatik. Hal ini akan membuat anda berdua tidak memiliki
ketimpangan emosi. Akan sangat lucu sekali ketika anda bersedih karena sesuatu
sedangkan pasangan anda justru tertawa karena menganggapnya lucu. Jika hanya
terjadi sesekali itu tidak masalah, namun jika sering dan terus terjadi maka
bisa menimbulkan salah paham dan pertikaian.
·
Memiliki pemahaman yang sama mengenai hubungan
seperti keakraban, kebebasan, kebergantungan, pemberian dan pengorbanan.
Pemahaman tentang hubungan yang sama ini dapat menggiring anda dan pasangan
untuk saling mengerti, ada di tahap mana anda berdua sedang berada. Ini tentu
saja untuk menunjukkan betapa serius anda atau si dia menjalin hubungan.
·
Selalu memupuk sifat yang disukai dalam diri dan
memamerkannya pada pasangan. Pasangan yang baik akan selalu memperbaiki diri
untuk membuat pasangannya lebih baik dan lebih nyaman.
·
Mereka yang mengasihi pasangan bukan karena
tampang, harta dan keturunan. Namun pasangan yang mencintai anda dengan tulus
karena anda. Begitu pula dengan anda, haruslah mencintai pasangan karena dia,
bukan hal yang lainnya.
·
Cari pasangan yang sealu membantu anda dalam
mengukuhkan imej diri anda dan mendukung semangat dan menyakinkan diri anda,
begitu pula sebaliknya.
·
Pasangan yang suka memuji dan memotivasi
pasangannya dengan ikhlas dan tidak suka berbohong. Kejujuran adalah salah satu
kunci besar dari hubungan yang harmonis dan menyenangkan. Kejujuran pula akan
membuat hidup anda berdua menjadi lebih nyaman.
B.
Hubungan dalam Perkawinan
Perkawinan adalah ikatan sosial
atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan
dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan
antar pribadi - yang biasanya intim dan seksual.Perkawinan umumnya dimulai dan
diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud
untuk membentuk keluarga. Tergantung budaya setempat bentuk perkawinan bisa
berbeda-beda dan tujuannya bisa berbeda-beda juga. Tapi umumnya perkawinan itu
ekslusif dan mengenal konsep perselingkuhan sebagai pelanggaran terhadap
perkawinan. Perkawinan umumnya dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga.
Umumnya perkawinan harus diresmikan dengan pernikahan.
Tujuan perkawinan :
·
Untuk mendapatkan keturunan
·
Untuk meningkat derajat dan status social baik pria maupun wanita
·
Mendekatkan kembali hubungan kerabat yang sudah renggang
·
Agar harta warisan tidak jatuh ke orang lain.
Bentuk perkawinan Menurut
jumlah suami istri :
1. Monogami (mono berarti
satu, gamos berarti kawin) yaitu perkawinan antara satu orang laki-laki dan
satu orang perempuan.
2. Poligami (poli berarti
banyak) yaitu perkawinan antara satu orang laki-laki atau wanita dan lebih dari
satu wanita atau laki-laki. Dengan kata lain, beristri atau bersuami lebih dari
satu orang. Poligami dibagi menjadi dua yaitu:
·
Poligini, yaitu seorang laki-laki beristri lebih dari satu orang. Poligini
sendiri dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
·
Poligini sororat, bila para istrinya beradik-kakak . Poligini non-sororat,
bila para istrinya bukan beradik-kakak
3. Poliandri, yaitu seorang
istri bersuami lebih dari satu orang. Poliandri dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
·
Poliandri fraternal, bila para suami beradik-kakak
·
Poliandri non-fraternal, bila para suami bukan beradik-kakak. Poliandri
antara lain terdapat pada orang Eskimo, Markesas (Oceania), Toda di India
Selatan dan beberapa bangsa di Afrika Timur dan Tibet
Pendapat Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang
psikoterapis dan juga marriage and relationship educator and coach, dia
mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam kehidupan perkawinan.
Hubungan dalam pernikahan bisa berkembang dalam tahapan yang bisa diduga
sebelumnya. Namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut memang tidak
terjadi secara mencolok dan tak memiliki patokan batas waktu yang pasti. Bisa jadi antara pasangan suami-istri, yang
satu dengan yang lain, memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui
tahapannya. Namun anda dan pasangan dapat saling merasakannya.
·
Tahap pertama : Romantic Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan
merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu
pernikahan. Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan
bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.
·
Tahap kedua : Dissapointment or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini
pasangan suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa
pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang
salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan
perasaan stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain,
mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan
minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa
pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan
dengan pasangannya. Banyak pasangan di
tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya
·
Tahap ketiga : Knowledge and Awareness. Dawn mengungkapkan bahwa pasangan
suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan
diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk
menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi.
Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk meminta
kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau
mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
·
Tahap keempat: Transformation. Suami istri di tahap ini akan mencoba
tingkah laku yang berkenan di hati
pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi
pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang
menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi.
Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan
ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
·
Tahap kelima: Real Love. “Anda
berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman,
kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn. Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu
yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling
memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta
kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin
untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk
mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya
usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
Lebih lanjut Dawn menyarankan pula,
“Jangan hancurkan hubungan pernikahan Anda dan pasangan hanya karena merasa tak
sesuai atau sulit memahami pasangan. Anda hanya perlu sabar menjalani dan
mengulang tahap perkembangan dalam pernikahan ini. Jadikanlah kelanggengan
pernikahan Anda berdua sebagai suatu hadiah berharga bagi diri sendiri,
pasangan, dan juga anak.
C. Penyesuaian dan
Pertumbuhan dalam Perkawinan
Penyesuaian dalam
perkawinan
Hirning dan Hirning (1956) mengatakan
bahwa penyesuaian perkawinan itu lebih kompleks dibandingkan yang terlihat. Dua
orang memasuki perkawinan harus menyesuaikan satu sama lain dengan tingkatan
yang berbeda-beda. Untuk tingkat organismik mereka harus menyesuaikan diri
dengan sensori, motor, emosional dan kapasitas intelektual dan kebutuhan. Untuk
tingkat kepribadian, masing-masing mereka harus menyesuaikan diri dengan
kebiasaan, keterampilan, sikap, ketertarikan, nilai-nilai, sifat, konsep ego, dan
kepercayaan. Pasangan juga harus menyesuaikan dengan lingkungan mereka,
termasuk rumah tangga yang baru, anak-anak, sanak keluarga, teman, dan
pekerjaan.
Lasswell dan Lasswell (1987) mengatakan bahwa
konsep dari penyesuaian perkawinan adalah bahwa dua individu belajar untuk
saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan, dan harapan.
Dyer
(1983) menyatakan penyesuaian perkawinan adalah adanya bermacam-macam proses
dan penyesuaian didalam hubungan perkawinan antar pasangan, dimana adanya
proses untuk mengakomodasikan situasi sehari-hari, menyeimbangkan kebutuhan
masing-masing, ketertarikan, role-expectation, dan pandangan, dan beradaptasi
untuk perubahan kondisi perkawinan dan kehidupan keluarga.
Menurut LeMasters (dalam Dyer, 1983)
penyesuaian perkawinan bisa dikonseptualisasikan sebagai kapasitas penyesuaian
atau adaptasi, sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah daripada kemangkiran
dari masalah.
Schneiders (1964) mengatakan bahwa konsep
dari penyesuaian perkawinan adalah suatu seni kehidupan dan bermanfaat dalam
kerangka tanggung jawab, hubungan, dan pengharapan yang merupakan hal mendasar dalam
perkawinan.
Duvall dan Miller (1985) mengatakan bahwa
penyesuaian perkawinan itu adalah proses membiasakan diri pada kondisi baru dan
berbeda sebagai hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima
tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami istri. Penyesuaian perkawinan
ini juga dianggap sebagai persoalan utama dalam hubungan sebagai suami istri.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
penyesuaian perkawinan adalah dua orang memasuki tahap perkawinan dan mulai
membiasakan diri dengan situasi baru sebagai suami istri yang saling
menyesuaikan dengan kepribadian, lingkungan, kehidupan keluarga, dan saling
mengakomodasikan kebutuhan, keinginan dan harapan.
Hurlock (1990) mengatakan bahwa terdapat
lima kriteria keberhasilan dalam penyesuaian perkawinan, yaitu :
1. Kebahagiaan suami istri
Suami dan istri yang bahagia yang memperoleh
kebahagiaan bersama akan membuahkan kepuasan yang diperoleh dari peran yang
mereka mainkan bersama. Mereka juga mempunyai cinta yang matang dan mantap satu
dengan lainnya. Mereka juga dapat melakukan penyesuaian seksual dengan baik
serta dapat menerima peran sebagai orang tua.
2. Kemampuan untuk memperoleh kepuasan
dari perbedaan pendapat
Perbedaaan pendapat di antara anggota keluarga
yang tidak dapat dielakkan, biasanya berakhir dengan salah satu dari tiga
kemungkinan, yaitu adanya ketegangan tanpa pemecahan, salah satu mengalah demi
perdamaian atau masing-masing keluarga mencoba untuk saling mengerti pandangan
dan pendapat orang lain. Dalam jangka panjang kemungkinan ketiga yang dapat
menimbulkan kepuasan dalam penyesuaian perkawinan, walaupun kemungkinan pertama
dan kedua dapat mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perselisihan yang
meningkat.
3. Kebersamaan
Jika penyesuaian perkawinan dapat
berhasil, maka keluarga dapat menikmati waktu yang digunakan untuk berkumpul
bersama. Apabila hubungan keluarga telah dibentuk dengan baik pada awal-awal
tahun perkawinan, maka keduanya dapat mengikatkan tali persahabatan lebih erat
lagi setelah mereka dewasa, menikah dan membangun rumah atas usahanya sendiri.
4. Penyesuaiaan yang baik dalam masalah
keuangan
Dalam keluarga pada umumnya salah satu
sumber perselisihan dan kejengkelan adalah sekitar masalah keuangan.
Bagaimanapun besarnya pendapatan, keluarga perlu mempelajari cara membelanjakan
pendapatannya sehingga mereka dapat menghindari utang yang selalu melilitnya
agar disamping itu mereka dapat menikmati kepuasan atas usahanya dengan cara
yang sebaik-baiknya, daripada menjadi seorang istri yang selalu mengeluh karena
pendapatan suaminya tidak memadai. Bisa juga dia bekerja untuk membantu pendapatan
suaminya demi pemenuhan kebutuhan keluarga.
5. Penyesuaian yang baik dari pihak
keluarga
Apabila suami istri mempunyai hubungan
yang baik dengan pihak keluarga pasangan, khususnya mertua, ipar laki-laki dan
ipar perempuan, kecil kemungkinannya untuk terjadi percekcokan dan ketegangan hubungan
dengan mereka. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kriteria
keberhasilan penyesuaian perkawinan adalah kebahagiaan suami istri, kemampuan
untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian
yang baik dalam masalah keuangan, dan penyeusian yang baik dari pihak keluarga pasangan.
Banyak faktor sosial dan demografis yang
ditemukan memiliki hubungan dengan penyesuaian perkawinan (Dyer, 1983). Berikut
ini beberapa hal yang mempengaruhi penyesuaian perkawinan :
1. Usia
Udry dan Schoen (dalam Dyer, 1983)
mengatakan bahwa penyesuaian pekawinan rendah apabila pasangan menikah pada usia
yang sangat muda, yaitu laki-laki di bawah 20 tahun dan wanita di bawah 18
tahun. Mereka dihadapkan pada tuntutan dan beban seputar perkawinan, dimana
bisa menyebabkan rasa kecewa, berkecil hati, dan tidak bahagia. Penelitian juga
mengatakan bahwa dalam ketidakmatangan, cenderung untuk melihat perkawinan dari
segi romantismenya dan kurang persiapan untuk menerima tanggung jawab dari
perkawinan tersebut. Tapi dalam hal perbedaan usia, penelitian ditemukan tidak
terlalu meyakinkan. Ada penelitian menemukan bahwa akan lebih menguntungkan
bagi pasangan yang memiliki usia yang sama (Locke; Blode & Wolfe, dalam
Dyer, 1983), namun pada penelitian lain juga ditemukan bahwa usia yang berbeda
tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam penyesuaian pekawinan (Udry,
Nelson & Nelson, dalam Dyer, 1983).
2. Agama
Hubungan antara agama dan penyesuaian
perkawinan sudah diselidiki sepanjang tahun. Walaupun begitu, selalu ditemukan
hasil yang berbedabeda dan selalu tidak konsisten. Terman (dalam Dyer, 1983) menyimpulkan
bahwa latar belakang agama dari pasangan bukan faktor yang berarti dalam
kebahagiaan perkawinan. Pada penelitian pernikahan beda agama (Christensen
& Barber; Glenn, dalam Dyer, 1983) ditemukan bahwa pernikahan beda agama
antara Katolik, Yahudi, dan Protestan sedikit kurang bahagia dibandingkan pernikahan
dengan agama yang sama di ketiga agama tersebut.
3. Ras
Sejauh ini tidak ada penelitian khusus
penyesuaian perkawinan dimana perkawinan antar ras sebagai variabelnya.
Walaupun ada opini terkenal yang mengatakan bahwa perkawinan antar ras penuh
resiko, sebenarnya secara statistik sangat sedikit yang mendukung pandangan ini
(Udry, dalam Dyer, 1983). Penelitian yang dilakukan Monahan (dalam Dyer,
1983) pada perkawinan
antar ras di Iowa, ditemukan bahwa perkawinan antar kulit hitam dan putih lebih
stabil daripada perkawinan kulit hitam dan hitam; dia juga menemukan bahwa
perkawinan dengan suami kulit hitam dan istri kulit putih memiliki rata-rata
perceraian yang rendah dibandingkan dengan rata-rata perceraian pada perkawinan
kulit putih dan putih. Dimana perbedaan sosial dan kultur masih tetap ada dan
larangan pada perkawinan antar ras masih kuat, mereka berusaha untuk tahan
menghadapi larangan dan berusaha kuat untuk menghadapi sangsi yang ada dari
kelompok ras mereka masing-masing
4. Pendidikan
Data dari survei nasional mengatakan bahwa
pendidikan tidak selamanya menjadi faktor yang penting dalam penyesuaian
perkawinan. Glenn dan Weaver (dalam Dyer, 1983) menemukan tidak ada hubungan
yang signifikan antara lamanya mengecap pendidikan dengan kebahagiaan perkawinan.
Penelitian terhadap perbedaan pendidikan pada pasangan dengan penyesuaian
perkawinan belum sepenuhnya jelas, karena ada pendapat yang mengatakan bahwa
pasangan dengan tingkat pendidikan yang sama akan lebih puas dengan perkawinannya
dan hasil penelitian yang lain juga mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara
perbedaan tingkat pendidikan suami istri dengan penyesuaian perkawinan (Terman;
Burgess & Wallin, dalam Dyer, 1983).
5. Keluarga Pasangan
Salah satu hal yang harus dihadapi oleh
pasangan yang baru menikah adalah bagaimana mengatasi hubungan selanjutnya
dengan orang tua dan sanak saudara setelah menikah. Beberapa penelitian dalam
hal saudara istri atau suami mengindikasikan bahwa masalah ini lebih
mempengaruhi wanita daripada pria (Duvall; Komorovsky, dalam Dyer, 1983). Ibu mertua
dan kakak ipar lebih cenderung sebagai masalah dalam ketidakcocokan dari pada
bapak mertua dan abang ipar. Inti dalam perselisihan biasanya menyangkut
aktifitas dan peran wanita dalam rumahtangga.
Pertumbuhan dalam
perkawinan
Ada kualitas yang pasangan merasa mereka
harus memiliki yang akan meningkatkan untuk melanjutkan pertumbuhan Pernikahan
mereka. Jika Anda ingin datang lebih dekat kepada suami atau Istri Anda, itu
akan membutuhkan beberapa keterampilan, perilaku dan kualitas untuk
menyelamatkan pernikahan Anda.
Berikut adalah 3 kualitas yang kondusif
untuk membantu menyelamatkan pernikahan Anda :
·
Kejujuran
Ketidakjujuran adalah
salah satu penentu utama dari pernikahan yang gagal. Ini telah menyebabkan
pasangan untuk memisahkan, merugikan satu sama lain atau bahkan membunuh satu
sama lain. Bicaralah kepada suami atau istri sebagai bermaksud baik.
Mengucapkan terima kasih untuk hadiah yang tidak diinginkan. Kadang-kadang,
orang akan bertunangan dengan kebohongan karena mereka takut untuk menyakiti
orang lain. Tidak ada heran dalam menarik untuk kebohongan karena kita biasanya
mengakui penipuan.
·
Mengampuni
Biarkan pergi,
menenangkan rasa sakit, menyembuhkan dan bersatu kembali. Ini adalah kata-kata
yang menunjukkan Pengampunan. Menjadi dirugikan mental atau emosional
menciptakan luka yang mendalam. Tampaknya manusia lama untuk membalas dendam
manis tapi itu akan melakukan apapun yang baik untuk Anda. Hal ini akan memperburuk
pernikahan Anda. Pengampunan melibatkan simpati terdalam dan kebijaksanaan.
Bagi mereka yang peduli dan nilai pernikahan mereka, sangat penting untuk
memahami dinamika perkawinan.
·
Komunikasi
Pasangan keinginan untuk
terbuka, untuk berbagi, untuk berhubungan, dan untuk secara aktif berbicara dan
mendengarkan yang lain. Kami biasanya menunggu sampai orang telah meninggal
untuk mengekspresikan nilai mereka dalam hidup kita, untuk menghormati mereka
terbuka dan mengekspresikan cinta kita untuk mereka. Jangan menghilangkan diri
dari komunikasi yang erat. Luka sembuh dengan cepat ketika ada yang tahu bahwa
cinta tidak diragukan lagi ada. Komunikasi yang benar antara untuk pasangan
muda adalah value.There terbatas kualitas yang pasangan merasa mereka harus
memiliki yang akan meningkatkan untuk melanjutkan pertumbuhan pernikahan
mereka. Jika Anda ingin datang lebih dekat kepada suami atau istri Anda, itu
akan membutuhkan beberapa keterampilan, perilaku dan kualitas untuk
menyelamatkan pernikahan Anda.
D.
Perceraian dan Pernikahan Kembali
Perceraian
Perceraian adalah berakhirnya
suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan
pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama
perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka
yang diperoleh selama pernikahan (seperti rumah, mobil, perabotan atau
kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak
mereka. Banyak negara yang memiliki hukum dan aturan tentang perceraian, dan
pasangan itu dapat diminta maju ke pengadilan
Jenis perceraian ada 2 :
·
Cerai hidup - karena tidak cocok satu sama lain.
·
Cerai mati - karena salah satu pasangan
meninggal.
Penyebab perceraian :
1.
Ketidakharmonisan dalam rumah tangga
Alasan tersebut di atas adalah
alasan yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan suami – istri yang akan
bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain,
krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain,
istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang
lebih mendetail.
2.
Krisis moral dan akhlak
Selain ketidakharmonisan dalam
rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral
dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun
istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan
perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk,
berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.
3.
Perzinahan
Di samping
itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah
perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik oleh suami
maupun istri.
4.
Pernikahan tanpa cinta
Alasan lainnya yang kerap
dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah perkawinan adalah
bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. Untuk
mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus
merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk
mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.
5.
Adanya masalah-masalah dalam perkawinan
Dalam sebuah perkawinan pasti
tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu
merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak
dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang seperti
adanya perselingkuhan antara suami istri. Langkah pertama dalam menanggulangi
sebuah masalah perkawinan adalah :
·
Adanya keterbukaan antara suami – istri
·
Berusaha untuk menghargai pasangan
·
Jika dalam keluarga ada masalah, sebaiknya
diselesaikan secara baik-baik
·
Saling menyayangi antara pasangan
Pernikahan
kembali
Berikut ini adalah beberapa
alasan yang paling umum untuk tingkat perceraian yang lebih tinggi dalam
Pernikahan kembali.
·
Salah satu mitra yang sama dari perkawinan
terakhir Anda masih hadir di pernikahan kembali ini.
Kebanyakan
orang tidak meluangkan waktu untuk mengevaluasi apa yang salah. Mereka hanya
berasumsi masalahnya adalah WHO. Sayangnya itu tidak terjadi. Anda perlu
memeriksa apa yang menyebabkan pernikahan berantakan. Sementara itu tergoda
untuk menganggap bahwa mantan pasangan Anda adalah masalah, mereka tidak 100%
bertanggung jawab. Tanpa mengambil waktu untuk melihat bagian dalam kematian
ANDA pernikahan, Anda ditakdirkan untuk mengulangi yang sama, jika tidak sama,
kesalahan.
·
Sebuah pengalaman perceraian tidak tiba-tiba
mengungkapkan kesadaran khusus dari tanda-tanda bahaya Hubungan.
Fakta
yang menyedihkan adalah, orang-orang bergegas ke suatu hubungan baru terlalu
cepat setelah perceraian mereka. Mereka tidak benar-benar siap untuk berada
dalam hubungan berkomitmen dalam cara perkawinan baru memerlukan. Kebanyakan
orang masih terhuyung-huyung dari banyak perubahan dan / atau kerugian yang
mereka alami sebagai hasil dari perceraian mereka. Melanjutkan untuk dibungkus
dalam apa yang terjadi dalam pernikahan terakhir Anda tidak membangun dasar
yang stabil bagi pernikahan baru.
·
Komitmen pernikahan kembali adalah kurang dari
dalam pernikahan yang pertama.
Dengan
berada di pernikahan kembali, itu berarti satu anggota pasangan Anda telah
menikah sebelumnya. Jika pernikahan sebelumnya berakhir dengan perceraian itu
berarti keputusan sadar dibuat untuk mengakhiri pernikahan. Itu batas yang
menyeberang. Setelah batas yang dilanggar sekali, jauh lebih mudah untuk datang
ke kesimpulan bahwa lagi. Perceraian tidak lagi yang tidak diketahui. Anda
mungkin tidak menyukainya tetapi Anda menanggungnya. Karena itu, menjadi pilihan
yang lebih layak dibandingkan pada pernikahan pertama sesegera segala
sesuatunya menjadi kasar.
·
Sebuah keluarga adalah sebuah langkah yang tidak
diketahui di masyarakat kita.
Langkah
keluarga dengan cepat menjadi unit keluarga yang paling umum, tapi tidak ada
yang punya petunjuk bagaimana mereka seharusnya bekerja? A keluarga inti dari
ibu, ayah dan anak-anak biologis mereka masih dipandang sebagai gagasan standar
keluarga) Sebuah keluarga Langkah TIDAK cocok cetakan ini.. Ketika keluarga
langkah baru melihat bahwa keluarga mereka tidak datang dekat dengan menyerupai
apa yang mereka harapkan, itu umum bagi mereka untuk mulai mempertanyakan
keputusan mereka untuk menikah lagi.
Perceraian
itu menyakitkan. Tidak ada mendapatkan sekitar itu. Anda terluka, Anda
ex-pasangan sakit, dan anak-anak Anda sakit. Daripada berlari ke altar karena
Anda "jatuh cinta", mengambil waktu untuk mundur dan mempersiapkan.
Jangan menempatkan diri dan anak-anak Anda melalui rasa sakit perceraian lain.
Jadilah bijaksana. Jadilah mitra yang lebih baik daripada hanya mencari yang
lebih baik.
E.
Alternatif Selain Menikah
Paradigma
terhadap lajang cenderung memojokkan. pertanyaannya kapan menikah??
Ganteng-ganteng kok ga menikah? Apakah Melajang Sebuah Pilihan??
Ada
banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan jaman, perubahan gaya hidup,
kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang
cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan
lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia untuk
menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti
karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk
menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah
pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap
hidup melajang.
Persepsi
masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman,
juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang,
mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria
maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup
menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan
yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin
kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati
kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi,
tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan.
Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak
perusahaan lebih memilih karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi
posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi
terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang.
Banyak
pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih
mendapat prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi
dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah
diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke
luar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah
menikah.
Kemapanan
dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa
kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi.
Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup
mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang
dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
Banyak
yang mengatakan seorang masih melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin
mendapat pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan
adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita
dengan seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada
menikah akhirnya berakhir dengan perceraian.
Lajang
pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat
melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk
melakukan acara berwisata ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang
biasanya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya jika dibandingkan dengan
teman-teman yang berusia sama dengannya, tetapi telah menikah.
Ketika
diundang ke pernikahan kerabat, pelajang biasanya menghindarinya. Kalaupun
datang, mereka berusaha untuk berkumpul dengan para sepupu yang masih melajang
dan sesama pelajang. Hal ini untuk menghindari pertanyaan singkat dan sederhana
dari kerabat yang seusia dengan orangtua mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul?
Sudah ada calon? Pertanyaan tersebut, sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk
dijawab oleh pelajang.
Seringkali,
pelajang juga menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila
saudara sepupu yang seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar.
Sementara orangtua menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak
tidak berat jodoh.
Tidak
dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah,
memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang
seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa
jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah
alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang
adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati
hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah
menemukan seorang yang telah cocok di hati.
Kehidupan
melajang bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah
pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu
jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka serta menghabiskan waktu
bersama di hari tua.
Arus
modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi
yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang
mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan
melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup
sendiri.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar